Termenung di antara dentingan
jarum jam di dinding bagian barat kamar.
Rasanya sudah hampir seperenam
jam berbicara dengan bayangan, menyapa, tersenyum, memberi semangat, memaklumi,
dan berusaha bersyukur.
Teringat kali pertama. Entahlah,
akupun masih mencari, dimana ambisi itu. Keinginan besar yang bahkan selalu
membuatku tersenyum, tanda kegilaan memenuhi isi otakku saat itu.
Dan kembali melihat diriku saat
ini, akupun tak tahu mana yang baik. Diberi tuntutan, tertekan, diberi
kelonggaran, kejenuhan. Sampai kapan? Rasanya ini dejavu untuk keberapa kalinya,
akupun sudah tak ingat. Sedih, tanpa makna, mungkin ini bipolar? Mungkin, atau
mungkin otakku minta tidur, hmm. Entahlah aku memang paling suka tidur, rasanya
aku bisa lari sebentar dari tuntutan-tuntutan di dunia ini, hmm.
Yap, aku sedih. Tanpa alasan. Mungkinkah?
Mungkinkah karena musik-musik yang sering kudengarkan? Mungkinkah? Allah menganugerahkan
perasaan ini untukku dengan alasan luar biasa baik yang tidak pernah terpikir? Mungkinkah?
Aku sanggup? Ya, semuanya sudah disesuaikan.
Hmm, sepertinya aku memang butuh
istirahat, sejenak.
Hey, aku menemukan satu jawaban. Aku
harus mengembalikan semua ini pada Allah. Ya, kehidupan dunia ini hanyalah
sarana bagi kita mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk akhirat. Dan kematian
tidak pernah diketahui kapan datangnya. Ini akan membuat kita bersemangat
dengan tuntutan karena diniatkan ibadah. Dan membuat kita produktif saat ada
waktu luang. O Allah, I love You so much. Memang Islam yang mampu membuat
jiwaku tenang.
-dari kegalauan dan kondisi
otakku yang sudah malam.
Komentar
Posting Komentar