Langsung ke konten utama

Renungan Di Sela Liburan

Melalui Waktu atau Dilalui Waktu?

       

       Akhirnya otak dan hati ini mulai berontak. Jari jemari dingin mulai meraih dan membuka bongkahan tipis cover notebook. Entah mungkin sudah sekitar tiga hari keseharianku tidak jauh dari si gembul. Kucing gemuk yang ditinggal anak dan istrinya. Walau ibuku selalu bilang “itu bukan istri dan anak-anaknya.” Makan, tidur, main hape, tiduran, ya sesekali mandi (maksudnya sehari mandi sekali, please aku nggak sejorok itu), sholat karena memang kewajiban, bantu-bantu ibu kalau “teteh” (panggilan untuk ibu separuh baya yang membantu membersihkan rumah, mencuci baju, dan pekerjaan rumah tangga lainnya) sedang tidak masuk.

      Kalau dibilang gabut, iya. Kalau dibilang ga ada kerjaan, nggak. Ada tugas yang kubuat dan dibuat orang lain untuk mengisi liburanku, tapi belum kukerjakan. Deadline itu bisa bikin kita bekerja dibawah tekanan. Alibi basi, bullshit dan busuk, karena lebih sulit mengerjakan jauh-jauh sebelum deadline daripada mengerjakan sewaktu deadline. Belum percaya? Mana tantangan yang lebih sering kamu ambil: ngerjain jauh sebelum deadline atau ngerjain kalau udah mepet deadline? Oke balik ke diri sendiri. Kemalasan dan melawan diri sendiri. Dua hal yang mungkin semua orang sudah tau, sadar, tapi kesadaran itu sering kali hanya berakhir di pikiran semu, melayang, dan pergi. Berpikir esok masih panjang.

     Ada hal yang kusedihkan. Bukan tentang apa yang kukerjakan nanti tidak bisa maksimal. Bukan tentang tidak akan ada apresiasi dari orang lain. Bukan tentang hal-hal yang bisa kuraih masih menjadi mimpi. Bukan tentang itu semua yang ada di dunia. Walau ya terkadang aku sedih dan menyesal karenanya, ya manusiawi juga.

     Tapi, ada yang lebih kutakutkan. Tentang bagaimana bisa akan kujawab dakwaan-dakwaan di Peradilan Tinggi nan Agung, yang mana tidak akan ada yang luput, tidak akan ada yang bisa memberikan kesaksian palsu, tidak dapat dibayar, bahkan mulutpun tidak dapat membela, yang berbicara anggota badan. Bagaimana aku menjawabnya jika aku ditanya “Kamu habiskan waktumu untuk apa?”, “Apa yang sudah kamu kerjakan dengan amanahmu?”. Apa yang harus kulakukan saat mulut ini dikunci. Tentang kemana aku harus berlari saat seluruh pasang mata manusia dapat menyaksikan apa yang sudah kuperbuat, tanpa sensor, dengan audio dan spesifikasi kamera maksimal.

Flashback:
“Ini bukan tentang LPJ, ukhti.”
     Satu kalimat yang mungkin akan selalu membuatku terhenyak dan tidak akan kulupakan. Kalimat itu dan kalimat lain yang mengikutinya. Dari seorang murobbi baruku yang membuatku menangis semalaman untuk pertama kalinya. Ingin rasanya aku segera ganti murobbi, sakit hati waktu itu. Yang kurasakan, ia menyalahkanku, padahal akupun punya hidup, aku ingin bersantai, aku ingin mengejar apa yang kumau, toh aku telah mengerjakan lebih baik dari orang lain. Tidak menghargaiku sedikitpun, ingin kuberpaling dan pergi. Benci sekali rasanya. Hingga aku tidak sanggup bernapas dengan normal, tapi aku tidak ingin terlihat cengeng. Menatap wajahnya, aku tidak sanggup. Okay, cukup di sini aku memperlihatkan sisi lebayku, hahaha. Tapi, kalimat itu juga yang sampai saat ini menyadarkanku dan terus mengajariku tentang keikhlasan. Ya, apakah sampai LPJ selesai saja maka artinya itu sudah cukup? Bagaimana ceritanya kalau para wali dulu seperti itu dakwahnya? Mungkin satu orangpun akan sulit diajak kepada kebaikan.)

      Ya, aku berharap semoga tidak ada kesia-siaan lagi untuk berikutnya, barang sedetikpun. Karena dalam hadistpun diberi tahu, “Dua nikmat yang paling sering dilalaikan adalah nikmat sehat dan nikmat waktu luang.” Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat-sifat orang yang merugi di Yaumil Akhir. Aamiin.

      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Template Kreatif - Wallpaper Desktop Gratis

Setelah sekian lama tidak ada progress-nya, coba aktif kembali deh. Kali ini menyajikan beberapa template yang bisa digunakan untuk background desktop kalian,  It's free to be saved  :D Silahkan untuk memberi kritik dan masukan. keyword: wallpaper, desktop background, background desktop.

Bapak Penjual Cukuran Kumis

  Ibarat kentut mau keluar, kalo ditahan sakit. Dikeluarin takut bau. Jadi aku cerita di sini, semoga tidak ada “bau”nya dan lega rasanya, hehe.   Tadi siang selepas dari kantor, aku berhenti sejenak pada sebuah masjid favoritku di sudut jalan pahlawan. Aku ambil spot teras masjid dekat pintu masuk wanita, bersandar pada dindingnya yang putih, lantas meraih tasku. Baru saja kubuka HP ini dan memeriksa notifikasi di Whatsapp, ada seorang Bapak usia 40-45 tahun yang menghampiriku. Jujur, agak kaget dan takut, beliau agak berdebu. Tapi beliau cukup sopan, dan beliau menawarkan jualannya, pencukur kumis yang dibandrol dengan harga Rp. 5.000 per piece. Dengan harga yang menunjukkan keseriusan dia mencari rezeki halal, aku pun memberikan uang lebih untuk 1 piece. Lantas dia bertanya tempat tinggal, aktivitas, usia, keluarga hingga nomor HP-ku. “Bu, boleh minta nomor HPnya?” To be honest, ini cukup random dan membingungkan, “Buat apa pak nomor HP?” Beliau bilang “Ya, kalo d...

Suara Jiwa

Termenung di antara dentingan jarum jam di dinding bagian barat kamar. Rasanya sudah hampir seperenam jam berbicara dengan bayangan, menyapa, tersenyum, memberi semangat, memaklumi, dan berusaha bersyukur. Teringat kali pertama. Entahlah, akupun masih mencari, dimana ambisi itu. Keinginan besar yang bahkan selalu membuatku tersenyum, tanda kegilaan memenuhi isi otakku saat itu. Dan kembali melihat diriku saat ini, akupun tak tahu mana yang baik. Diberi tuntutan, tertekan, diberi kelonggaran, kejenuhan. Sampai kapan? Rasanya ini dejavu untuk keberapa kalinya, akupun sudah tak ingat. Sedih, tanpa makna, mungkin ini bipolar? Mungkin, atau mungkin otakku minta tidur, hmm. Entahlah aku memang paling suka tidur, rasanya aku bisa lari sebentar dari tuntutan-tuntutan di dunia ini, hmm. Yap, aku sedih. Tanpa alasan. Mungkinkah? Mungkinkah karena musik-musik yang sering kudengarkan? Mungkinkah? Allah menganugerahkan perasaan ini untukku dengan alasan luar biasa baik yang tidak p...