Zero to Hero
Karya: Solikhin Abu Izzudin
Setiap
orang diberi waktu yang sama setiap tahunnya, bulannya, minggunya, harinya,
jamnya, menitnya, hingga detiknya tidak ada yang berbeda. Namun nyatanya. ada
orang yang biasa saja, ada pula orang yang juga biasa saja tetapi mampu
mendahsyatkan diri dengan berbagai karya di dalam penjara, pencapaian yang
tidak mungkin di usianya, dan peninggalan ilmu pengetahuan segudang yang sulit
dibayangkan jumlahnya.
Mereka bukanlah orang yang luang
waktunya, sedikit masalahnya, jarang menemui kegagalan, tapi justru dari
kesempitan, masalah, kegagalan, dan tekanan itulah muncul karya-karya emas
mereka. Kuncinya adalah kreativitas, kegigihan, dan keuletan saat meniti jalan
yang dipilihnya. Nantinya akan ada masanya, kewajiban yang harus kita jalankan
lebih banyak dari waktu yang kita punya, oleh karena itulah kita harus saling
mengingatkan teman kita agar menggunakan waktunya dengan baik, dan kita
bersegera dalam menyelesaikan tugas yang ada. Adalah suatu kebiasan dari orang-orang
besar zaman dahulu bahwa mereka memandang betapa berharganya waktu, menyadari
sedikitnya kesempatan untuk beribadah, sehingga berlomba-lomba menjadi yang
terbaik di zamannya, berprestasi untuk mengukir amal mulia, bekerja keras untuk
merintis amal unggulan, dan berpikir cerdas untuk mempelopori kebaikan.
Karena waktu yang sedikit itu, maka
tiap momentum kebaikan hendaknya segera diambil. Namun, sering kali kita
kehilangan momentum kebaikan itu. Boleh jadi karena kurang sensitifnya kita
terhadap kebaikan, kurangnya ilmu dan wawasan yang kita punya, Allah menunda
kesuksesan kita karena niat yang belum lurus dan belum dikerahkannya kekuatan
semuanya. Boleh jadi pula karena kurangnya sikap proaktif alias “gercep (gerak
cepat)” dalam mengambil segala peluang amal dan kebaikan.
Sekarang, mulailah dengan
bercita-cita. Karena bercita-cita itu bagian dari keimanan. Cita-cita juga
ibarat sebuat dinamo, motor penggerak, pintu kesuksesan, obat kemalasan, dan
itu pulalah yang membedakan mana manusia unggul dan luar biasa dengan
selainnya. Cita-cita dunia dan akhirat itu sama pentingnya, dimana cita-cita
dunia itu juga ditujukan untuk akhirat. Sementara misi untuk bercita-cita besar
terangkum dalam suatu ungkapan “Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah engkau
akan hidup selamanya. Beribadahlah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati
besok pagi.” Setelah diketahui cita-cita kita, maka selanjutnya adalah fokus
karena di luar sana akan banyak kesibukan atau cita-cita orang lain yang
seakan-akan indah dan menggeser cita-citamu.
Menjadi seorang biasa yang luar
biasa bisa dimulai dengan berpikir besar, tidak fokus pada hal-hal yang
bersifat remeh dan tidak terlalu penting. Bila kita belajar dari orang-orang
besar, maka akan kita dapati bahwa orang-orang besar membagi waktunya secara
khusus dan mengkhususkan waktu-waktu
tertentu untuk berkarya yang seringkali orang biasa hanya melewatkannya untuk
tidur saja.
Semuanya harus dimulai dari 0! Ya
konsep tauhid dalam Islam. Itulah resep paling mujarab agar diri tidak terpuruk
saat gagal dan tidak jumawa saat berhasil. Saat kita melakukan penghambaan
total kepada Allah maka hasilnya tidak terhingga, tidak disangka-sangka akan
terjadi. Konsep zero ini harus dilakukan setiap saat, karena itulah dzikir. Dzikir
yang mampu membuat kita terus bermujahadah dengan sungguh-sungguh walau
barangkali oranglain tidak ada yang tahu. Tetap bersabar dan bersyukur saat
kondisi apapun. Dan memaksimalkan semua kondisi dan sarana yang ada dalam
berbuat baik dan bermanfaat sebanyak-banyaknya, semata-mata untuk mencari janji
dan ridho-Nya. Dzikir yang paling manjur adalah dzikrul maut, alias mengingat
kematian.
Setelah memiliki konsep diri yang
besar, selanjutnya adalah membangun visi, misi, persepsi, dan filosofi diri.
Visi seorang muslim haruslah besar, agar berpikir besar, dan bertindak besar sehingga
menghasilkan karya-karya besar. Visi unggul seorang muslim adalah memberdayakan
keshalihan pribadinya sehingga dirinya bisa bermanfaat bagi sosialnya.
Sementara misi adalah kristalisasi nilai, azas, intisari, hingga akan menjadi
dasar atau prinsip dalam kehidupannya. Contohnya adalah misi dari Imam Ahmad
yang tercermin dari jawabannya saat ditanya “Kapan seorang hamba bisa
beristirahat?” maka jawabannya adalah “Ketika kakinya menginjak surga.”
Kemudian carilah filosofi diri, ingin menjadi pribadi seperti apa dan kenapa. Dan yang terakhir adalah membangun persepsi atau fikrah yang lurus. Persepsi bahwa iman adalah keyakinan yang tertanam, bukan sekedar percaya. Persepsi bahwa ibadah itu bukan tentang simbol, upacara, atau seremonial tertentu, tetapi ibadah adalah menaati apa yang diperintahkan Allah dan dicontohkan rasul atas dasar keyakinan bahwa seluruhnya pasti benar. Persepsi bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal dari kehidupan yang nyata, pembuka hati yang buta, dan pembuka hidayah orang yang tersesat dan jiwa yang terlena. Persepsi bahwa kesuksesan datang dari keteguhan dan kekokohan jiwa. Persepsi bahwa untung dan rugi terlalu remeh jika hanya diukur dari sisi duniawi seperti harta atau jabatan. Persepsi bahwa dunia hanyalah tempat mampir, sementara, dan sangat rugi jika dijadikan tujuan.
Kemudian carilah filosofi diri, ingin menjadi pribadi seperti apa dan kenapa. Dan yang terakhir adalah membangun persepsi atau fikrah yang lurus. Persepsi bahwa iman adalah keyakinan yang tertanam, bukan sekedar percaya. Persepsi bahwa ibadah itu bukan tentang simbol, upacara, atau seremonial tertentu, tetapi ibadah adalah menaati apa yang diperintahkan Allah dan dicontohkan rasul atas dasar keyakinan bahwa seluruhnya pasti benar. Persepsi bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal dari kehidupan yang nyata, pembuka hati yang buta, dan pembuka hidayah orang yang tersesat dan jiwa yang terlena. Persepsi bahwa kesuksesan datang dari keteguhan dan kekokohan jiwa. Persepsi bahwa untung dan rugi terlalu remeh jika hanya diukur dari sisi duniawi seperti harta atau jabatan. Persepsi bahwa dunia hanyalah tempat mampir, sementara, dan sangat rugi jika dijadikan tujuan.
Kemudian untuk memulainya, maka buatlah mapping, bisa dimulai dengan memetakan kondisi diri baik yang positif maupun negatif, sehingga memberikan petunjukan belajar, mengorganisasikan ide-ide, memicu ingatan, dan memudahkan dalam perencaan. Setelah itu belajarlah dengan cepat dan bekerjalah lebih lama, karena itulah cara mendahsyatkan potensi diri. Menjadi pribadi yang bukan dikenal karena kekayaan atau jabatannya, tetapi karena kontribusi dan prestasinya. Mereka yang besar juga terlahir karena motivasinya yang mulia, karena motivasi itulah yang menentukan kesungguhan amal perbuatan mereka. Selain itu, orang-orang besar juga merupakan manusia spiritual yang senantiasa mengaitkan seluruh kejadian dengan menggali hikmah yang ada, dan mereka adalah orang-orang yang mustajab ketika berdoa.
Orang-orang besar melakukan pekerjaan besar. Mereka tidak peduli dengan hal-hal yang remeh yang melenakan, perbuatan hina yang mampu mencemarkannya, apalagi kemaksiatan yang membuat hatinya kusut. Mereka fokus pada hal-hal besar yang bermanfaat besar juga bagi umat meskipun itu pekerjaan yang amat berat amanahnya, seperti Zaid bin Tsabit yang diberi amanah mengumpulkan mushaf, dikatakannya bahwa amanah tersebut lebih berat daripada memindahkan dua buah bukit.
Kemudian selanjutnya kita harus
menjadikan diri ini terus membangun kesholihan pribadi, baik dalam aqidah,
ibadah, akhlaq, dan keluarga. Keshalihan pribadi tersebut tercermin dari
kebaikan yang diberikan, kontribusi, lapang dada dalam menerima perbedaan dan
keunikan orang lain. Kemudian berusaha untuk membangun keshalihan sosial dimana
dapat terbangun dengan 7 kata kunci. Yang pertama adalah memiliki kekokohan
sikap dan keteguhan prinsip, Kemudian merekalah yang senantiasa memiliki aura
dan energi positif yang siap dibagi untuk lingkungannya. Selanjutnya adalah
dalam pemikirannya, senantiasa mengaitkan setiap kejadian yang dia lihat, pemikiran
yang ia renungkan dengan ilmu, hikmah, dan pembelajaran. Selanjutnya adalah
luas cara pandangnya dimana dia memiliki variasi ilmu pengetahuan, berprestasi
di manapun posisinya, dan unik cara pandangnya. Yang kelima adalah yang paling
rajin amalnya, karena kesuksesan tidak hanya diraih karena kecerdasan tetapi
juga kerja keras. Kemudian adalah solid dalam pengorganisasian, jangan mau
kalah dengan aktivitas yang notabennya maksiat tetapi terorganisasi. Dan yang
terakhir adalah jadilah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Semoga kita bisa menjadi bagian dari orang-orang biasa yang mampu
meluarbiasakan diri. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar