Langsung ke konten utama

Suara Jiwa

Termenung di antara dentingan jarum jam di dinding bagian barat kamar.

Rasanya sudah hampir seperenam jam berbicara dengan bayangan, menyapa, tersenyum, memberi semangat, memaklumi, dan berusaha bersyukur.

Teringat kali pertama. Entahlah, akupun masih mencari, dimana ambisi itu. Keinginan besar yang bahkan selalu membuatku tersenyum, tanda kegilaan memenuhi isi otakku saat itu.

Dan kembali melihat diriku saat ini, akupun tak tahu mana yang baik. Diberi tuntutan, tertekan, diberi kelonggaran, kejenuhan. Sampai kapan? Rasanya ini dejavu untuk keberapa kalinya, akupun sudah tak ingat. Sedih, tanpa makna, mungkin ini bipolar? Mungkin, atau mungkin otakku minta tidur, hmm. Entahlah aku memang paling suka tidur, rasanya aku bisa lari sebentar dari tuntutan-tuntutan di dunia ini, hmm.

Yap, aku sedih. Tanpa alasan. Mungkinkah? Mungkinkah karena musik-musik yang sering kudengarkan? Mungkinkah? Allah menganugerahkan perasaan ini untukku dengan alasan luar biasa baik yang tidak pernah terpikir? Mungkinkah? Aku sanggup? Ya, semuanya sudah disesuaikan.

Hmm, sepertinya aku memang butuh istirahat, sejenak.

Hey, aku menemukan satu jawaban. Aku harus mengembalikan semua ini pada Allah. Ya, kehidupan dunia ini hanyalah sarana bagi kita mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk akhirat. Dan kematian tidak pernah diketahui kapan datangnya. Ini akan membuat kita bersemangat dengan tuntutan karena diniatkan ibadah. Dan membuat kita produktif saat ada waktu luang. O Allah, I love You so much. Memang Islam yang mampu membuat jiwaku tenang.


-dari kegalauan dan kondisi otakku yang sudah malam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak Penjual Cukuran Kumis

  Ibarat kentut mau keluar, kalo ditahan sakit. Dikeluarin takut bau. Jadi aku cerita di sini, semoga tidak ada “bau”nya dan lega rasanya, hehe.   Tadi siang selepas dari kantor, aku berhenti sejenak pada sebuah masjid favoritku di sudut jalan pahlawan. Aku ambil spot teras masjid dekat pintu masuk wanita, bersandar pada dindingnya yang putih, lantas meraih tasku. Baru saja kubuka HP ini dan memeriksa notifikasi di Whatsapp, ada seorang Bapak usia 40-45 tahun yang menghampiriku. Jujur, agak kaget dan takut, beliau agak berdebu. Tapi beliau cukup sopan, dan beliau menawarkan jualannya, pencukur kumis yang dibandrol dengan harga Rp. 5.000 per piece. Dengan harga yang menunjukkan keseriusan dia mencari rezeki halal, aku pun memberikan uang lebih untuk 1 piece. Lantas dia bertanya tempat tinggal, aktivitas, usia, keluarga hingga nomor HP-ku. “Bu, boleh minta nomor HPnya?” To be honest, ini cukup random dan membingungkan, “Buat apa pak nomor HP?” Beliau bilang “Ya, kalo d...

Zero to Hero [Resume Buku]

Zero to Hero  Karya: Solikhin Abu Izzudin               Setiap orang diberi waktu yang sama setiap tahunnya, bulannya, minggunya, harinya, jamnya, menitnya, hingga detiknya tidak ada yang berbeda. Namun nyatanya. ada orang yang biasa saja, ada pula orang yang juga biasa saja tetapi mampu mendahsyatkan diri dengan berbagai karya di dalam penjara, pencapaian yang tidak mungkin di usianya, dan peninggalan ilmu pengetahuan segudang yang sulit dibayangkan jumlahnya.             Mereka bukanlah orang yang luang waktunya, sedikit masalahnya, jarang menemui kegagalan, tapi justru dari kesempitan, masalah, kegagalan, dan tekanan itulah muncul karya-karya emas mereka. Kuncinya adalah kreativitas, kegigihan, dan keuletan saat meniti jalan yang dipilihnya. Nantinya akan ada masanya, kewajiban yang harus kita jalankan lebih banyak dari waktu yang kita punya, oleh karena itulah kita harus saling...

Flashback masa kecil #1

Entahlah dilema. Tersadar. Atau terlalu “terimo” (read: “terima” or menerima). Aku tidak merasa seperti itu, tapi kalau dirasa-rasa benar juga ucapannya. Mungkin aku hanya belum paham, rasanya aku tidak pernah lebih tidak paham dari saat ini. Bahkan tulisan inipun menjadi saksi bisu bahwa ada yang ingin kukatakan, tapi aku pun bingung harus dari mana dan apa itu. “Tidak punya teman dekat. “ kalimat yang masih hangat di telingaku, setidaknya hingga malam ini. ******       Rasanya  benar, entah sudah berapa lama aku belum menemukan teman dekat penggantiku dari yang di SMA dulu. Atau lebih jauh lagi, masa ke”jaya”anku saat SD di Kalimantan Selatan tepatnya Banjarmasin, punya banyak teman dekat, that’s the true close friends, not friends that caused of not having choice to be not close to them (bener ga ya please aku tahu skor toeflku tidak sebaik kalian hahahaha). Rasanya dulu hampir tiap weekend temanku berkunjung atau aku berkunjung ke rumah mereka...